RIAUFAKTA.com - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait mengapresiasi instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan membentuk gerakan nasional melawan kekerasan seksual pada anak, termasuk merevisi undang-undangnya.
“Kami sangat mengapresiasi. Meski terbilang terlambat, tapi ini lebih baik daripada tidak dilakukan,” kata Arist kepada Tempo, Sabtu, 10 Mei 2014.
Menurut Arist, dalam merevisi Undang-Undang Perlindungan Anak, pemerintah harus memperjelas hukuman terhadap pelaku kejahatan seksual anak. Komnas PA, Arist melanjutkan, telah mengusulkan hukuman untuk pelaku kekerasan seksual dengan penjara minimal 20 tahun dan maksimal seumur hidup serta kebiri.
“Empat tahun lalu sudah kami usulkan itu ke pemerintah. Pemerintah harus tegas menerapkan hukuman itu, hukuman kebiri dengan cara suntik kimia,” ujar Arist.
Pemerintah juga harus menyediakan sarana dan prasarana untuk menunjang gerakan nasional melawan kekerasan seksual pada anak. “Jadi, ada rumah sakit rujukan untuk melakukan visum secara gratis dan tempat penampungan rumah aman yang memadai untuk menyembukan trauma korban. Itu yang terpenting ada dalam revisi UU,” kata Arist.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan segera menyelesaikan instruksi presiden yang mendorong gerakan nasional melawan kekerasan seksual pada anak. Ia menyatakan akan mengundang pakar dan lembaga terkait untuk mengusung gerakan tersebut, termasuk revisi Undang-Undang Perlindungan Anak.
Presiden menyatakan perlu adanya perangkat undang-undang dan peraturan yang menguatkan gerakan nasional tersebut. Revisi dan penyempurnaan pada UU Perlindungan Anak akan meliputi penyempurnaan efek tangkal, efektifitas pengawasan, dan ancaman hukuman berat bagi para pelaku.
“Harapan saya, pemerintah dan DPR dapat mempercepat revisi UU ini,” kata SBY. “Yang tak kalah penting, jaminan rehabilitasi anak-anak yang menjadi korban.” Dia menyatakan gerakan nasional yang digalang tersebut akan mulai pada bulan ini. ***(tempo.co)