Pengamat: Ide Penghapusan Kolom Agama di KTP Ancam Elektabilitas Jokowi-JK

20130510_kisruh-e-ktp_6262RIAUFAKTA.com - Pengamat Politik Konsep Indonesia (Konsepindo) Budiman Hidayat menilai ide penghapusan kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) yang dilontarkan pasangan capres dan cawapres nomor urut dua, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, bakal mengancam elektabilitas pasangan ini ke depan.

Bukan itu saja, sejumlah isu keagamaan yang dilemparkan tim sukses Jokowi-JK, dianggap banyak yang inkonsisten dan merupakan blunder dalam elektabilitas pasangan ini dalam Pilpres 2014 mendatang.

“Ide dan isu keagamaan yang dilemparkan timses Jokowi-JK, bisa membuat masyarakat antipati dan mengancam elektabilitas Jokowi-JK,” kata Budiman, Jumat (20/6/2014) malam.

Budiman memaparkan gagasan penghapusan kolom agama di KTP dengan alasan untuk kebebasan beragama, seperti yang dilontarkan Direktur Megawati Institute Siti Musdah Mulia adalah hal yang naif.

Ide ini, katanya, justru dikecam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Sekjen PBNU, KH Marsudi Syuhud. Padahal PBNU, katanya, merupakan lembaga Islam terbesar di Indonesia yang dikenal sangat tenggang rasa dan penuh toleransi dengan agama lain.

Menurut Budiman, kecaman PBNU atas ide itu sangat logis dan mewakili masyarakat luas dari semua agama. Alasannya: jika kolom agama dihapus di KTP, masyarakat bisa direpotkan. Contoh ketika kecelakaan di mana keluarga korban belum bisa dihubungi, sementara korbannya meninggal dan harus dikebumikan.

“Dasar tata cara pengurusan jenazahnya bagaimana, jika tidak berdasar agama di KTP,” tanyanya. Belum lagi, tambahnya, penanganan jenazah pada setiap agama sangat berbeda.

Budiman menjelaskan hal lain soal isu keagamaan yang dianggap inkonsistensi dari timses dan pendukung Jokowi-JK di antaranya ide penghapusan Perda Syariat di seluruh wilayah di Indonesia terkecuali Aceh, Gallery of Rouges dari Wimar Witoelar yang memaparkan gambar teroris dan Prabowo, hingga penyebaran intel dari timses Jokowi JK di setiap masjid karena dikhawatirkan masjid dijadikan tempat kampanye, merupakan bentuk langkah yang mengundang antipati masyarakat.

“Nanti masyarakat akan terlanjur memahami bahwa capres nomor urut dua itu, justru sebagai ancaman bagi kehidupan keagamaan,” katanya.

Ia menjelaskan tim suksesk Jokowi - JK seharusnya mengerti mereka wajib merangkul massa muslim dan massa non muslim dengan isu keagamaan yang plural dan tidak membenturkan antara Islam dan non-Islam. “Tapi ini malah tidak dan membenturkan semua itu serta mengabaikan pluralisme itu semua,” kata Budiman.

Ke depan, Budiman menyarankan agar Jokowi-JK serta timses dan pendukungnya lebih jeli lagi dalam menawarkan ide dan isu keagamaan yang tidak membuat masyarakat baik muslim maupun non muslim justru diundang untuk menjadi antipati kepada mereka. ***

 

Tanggapan

Komentar

Tags: