Bermodal Rp 2 Juta, Pemilik Warung Kopi ini Nekat Nyaleg

Dok. merdeka.com

RIAUFAKTA.com - Mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kota Surabaya, Jawa Timur, tak pernah menjadi Mochammad Soleh (43), warga Kali Kepiting, Surabaya. Bapak satu anak yang berprofesi sebagai pedagang nasi dan warung kopi ini tergerak atas dorongan warga kampungnya dan pelanggan setianya.

Memang, suami dari Martini alias Niniek ini, sempat mengenyam pendidikan di Universitas Muhammadiyah Surabaya. Sehingga, otaknya cukup encer membahas masalah politik. Terlebih lagi, sejak lima tahun silam, dia masuk sebagai kader Partai Golkar.

Meski demikian, mantan anak jalanan asal Sampang, Madura yang numpang lahir di Surabaya, 21 Juni 1970 silam itu, mengaku tak ada niatan sedikitpun maju sebagai calon legislatif DPRD Surabaya pada Pemilu 2014 mendatang.

Selain hanya berpenghasilan rendah dan tak memiliki uang berlimpah, dia lebih mencintai kesederhanaan bersama istrinya dan merawat Musala An Nur peninggalan orang tuanya almarhum Sudi, yang juga mantan juru kampanye Partai Persatuan Pembangunan (PPP) semasa Orde Baru

Sampai suatu ketika, karena aktif memberikan pemberdayaan kepada masyarakat bawah melalui pendidikan politik, komunitas warung kopi dan warga di sekitar tempat dia tinggal, mendorongnya untuk maju di Pileg 2014, untuk mewakili masyarakat bawah. “Sudah saatnya sampeyan maju memperjuangkan nasib rakyat,” kata Soleh menirukan orang-orang yang memaksanya untuk nyaleg di Pileg 2014 ini.

“Terus saya bilang ke mereka (warga), saya ini tidak punya uang untuk nyaleg. Tapi karena dorongan dan semangat dari komunitas saya itu, dengan modal BismiLlah saya maju. Uangnya dari hasil urunan dengan teman-teman. Ada sekitar Rp 2 sampai 3 juta rupiah. Dengan modal itulah saya niatkan untuk maju,” terang Soleh yang ditemani istrinya di Musala An Nur, Kamis (6/3).

Bapak dari Moch Fajrul Muluk S. Putra Mahkota (9) ini juga mengaku, tidak ingin memaksakan diri menghabiskan uang miliaran rupiah untuk nyaleg. “Saya ini niatnya Lillahita’ala, demi kemaslahatan ummat. Dengan modal yang berlimpah, nanti ujung-ujungnya ingin mengembalikan modal setelah jadi. Saya nanti, kalau jadi, tidak ingin bermasalah dengan hukum karena terlibat korupsi, hanya karena ingin balik modal,” katanya.

Cukup bagi saya, lanjut dia, masa lalu saya yang menjadi anak jalanan, suka tawuran dan ugal-ugal menjadi sejarah kelam. “Saya tidak ingin mengotori masa depan anak saya dengan ulah saya. Saya tidak ingin menodai kepercayaan warga yang telah menggadang-gadang saya untuk membela kaum bawah setelah jadi nanti,” janjinya.

Caleg dari Partai Golkar nomor urut 11 ini, juga mengaku hidup sederhana lebih membahagiakan ketimbang bergelimang harta, namun tidak berkah. “Saya dulu pernah bekerja sebagai kuli bangunan, tukang parkir, jualan koran, dan kini mengelola warung kopi yang saya beri nama Warung Kopi Cak Soleh Sudi. Meski setiap hari hanya mendapat uang Rp 400 ribu per hari, itu lebih membanggakan, karena bukan dari hasil mencuri,” lanjut dia.

Lelaki yang kini juga membina sekitar 50 anak penjual koran ini juga mengaku, seandainya terpilih menjadi wakil rakyat, dia akan memperjuangkan masyarakat kecil.

“Saat ini, penggusuran pasar-pasar oleh pemerintah kota masih sering terjadi. Ini yang ingin saya perjuangkan. Mengangkat harkat dan martabat diri saya sendiri, masyarakat secara kolektif adalah tujuan utama demi terciptanya kemaslahatan ummat,” tandas dia.***(mdk)

Tanggapan

Komentar

Tags: