RIAUFAKTA.com - Komite Nasional Pemuda Indonesia Provinsi Riau menyatakan, pemerintah provinsi setempat harus mendalami tudingan yang menyebutkan sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) melakukan pembakaran lahan demi mendapatkan bantuan dana dari pendonor.
“Nah kalau itu terjadi (LSM bakar lahan), saya kira ada aturan perundang-undangan organisasi yang menerima bantuan dana asing. Ini tentu kerjaan pemerintah pusat dan pemprov untuk mendalami,” ujar Plt Ketua KNPI Provinsi Riau Tony Werdiansyah di Pekanbaru, Rabu (1/10/2014).
Sebagai pemuda di provinsi tersebut, lanjut dia, pihaknya tidak menuding siapa pun baik individu atau perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan di Riau.
Melainkan memberi apresiasi, jika pemerintah pusat langsung menunjuk Gubernur Riau dan instansi terkait dalam melakukan pemadaman.
Apabila tudingan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut benar bahwa LSM membakar hutan dan lahan demi mendapatkan dana asing, maka KNPI Riau setuju dilakukan tindakan hukum secara tegas oleh aparat kepolisian terhadap LSM baik lokal maupun asing.
“Ini BNPB bicara, berarti ada apa lagi?. Kenapa justru seperti itu bicaranya. Kalau memang tudingan tersebut benar, maka kita sangat setuju sekali agar LSM tersebut ditindak. Selama ini, hanya masyarakat kecil yang mengandalkan upah dari pembakar hutan dan lahan yang ditindak kepolisian,” katanya.
KNPI Riau menyatakan siap mengawal pengusutan yang dilakukan Pemprov Riau atas tudingan LSM bakar lahan dan menyarakan supaya tudingan BNPB itu segera dilaporkan kepada kepala negara.
“Apalagi ini, ada kepentingan asing. Kalau kepentingan asing, baiknya dilaporkan pada Presiden,” ucap Tony.
Kepala Data dan Informasi BNPB Sutopo Purwo Nugroho bulan lalu menyatakan, ada indikasi sejumlah lembaga swadaya masyarakat terlibat melakukan pembakaran hutan demi mendapatkan bantuan dana dari donor.
“Diduga ada kelompok tertentu yang membakar untuk memperoleh dana dan kepentingan lain dari berbagai pihak. Seperti LSM memanfaatkan isu lingkungan untuk bantuan dana,” ujarnya.
Menurutnya, kebakaran hutan dan lahan akan membuat LSM lebih mudah mengangkat isu lingkungan kepada donor. Proposal tentang perubahan iklim global, hutan dan lingkungan mudah memperoleh dana dari donor.
Hal itu menjadi salah satu penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Riau, selain dengan motif lain membakar kebun pribadi yang tidak dikontrol. Pemilik lahan menyuruh orang upah Rp500.000 hingga 750.000 untuk lahan rata-rata seluas 10 hektare.
“Kebakaran juga dilakukan oleh kelompok yang terorganisir dalam bentuk koperasi untuk membuka kebun kelapa sawit baru yang mudah dan murah. Ini dilakukan dengan memanfaatkan konflik penguasa adat dan pemerintah,” tambah dia.
Pada pertengahan September 2014 atau Senin (15/9), Greenpeace berkabung dengan menempatkan sebuah papan karangan bunga di lahan gambut terbakar atau di hamparan gambut berwarna hitam di Desa Tanjung Leban, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.
LSM asing tersebut menyoroti krisis yang sedang terjadi sampai meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengamankan warisan hijau dengan memastikan perlindungan nyata terhadap lahan gambut. ***(Ant)