KAMPAR, RUAUFAKTA.com - Karena sudah sepuluh tahun lahan mereka diserobot pihak lain yang diduga adalah seorang dosen salah satu universitas di Riau, maka puluhan warga petani sawit yang tergabung dalam Koperasi Tunas Harapan mendatangi lokasi perkebunan tersebut di km 16 di kawasan Sungai Godang/Sungai Keruh RT 1, Dusun Simpang Kare, Desa Padang Mutung, Kecamatan Kampar, Senin (8/12/2014).
Kedatangan warga yang terdiri dari petani yang merasa memiliki lahan tersebut bersama dengan pengurus KUD Tunas Harapan. Kepada wartawan, Syahril pengurus KUD Tunas Harapan menjelaskan, sengketa ini dimulai saat Rahmad yang merupakan dosen Universitas Riau membeli tanah kepada warga.
Tanah ini dbeli melalui perantara Almuzan dari Munir dan atas nama Sarmi seluas 20 hektar. Namun ternyata di lapangan, lahan yang dikelola adalah seluas 28 hektar, padahal lahan tersebut sudah didaftarkan pemiliknya ke KUD.
“Berdasarkan surat legalitas tanah yang ada dan para saksi yang terlibat dalam penjualan tanah tersebut, lahan milik Rahmad yang sah hanyalah 20 hektar, namun ia mengelola dan memanen lebih dari luas laham tersebut, ini namanya penyerobotan, ” ujarnya.
Jual beli ini sendiri terjadi pada tahun 2004 silam, kebun ini sendiri adalah kebun plasma pola KKPA dari PT Tasma Puja yang diserahkan kepada masyarakat.
Pihak KUD dan desa sendiri sudah mencoba meluruskan dengan mengadakan pertemuan di kantor desa pada 2013 yang lalu. Saat itu Rahmad sendiri mengakui membeli tanah seluas 20 hektar dengan pengukuran BPN.
“Namun di lapngan ia tetap menguasai lahan tersebut dan memanen hasilnya. Ketika warga pemilik memanen malah diadukan ke polisi dengan tuduhan pencurian, ” sebutnya.
Warga dengan KUD sudah melaporkan perihal kasus ini ke Polda Riau, namun entah mengapa sampai sekarang prosesnya belum berjalan.
“Bagaimanapun juga warga menjadi rugi, karena mereka dengan lahan ini berutang ke pihak bank, bagaimana mereka mau bayar untuk panen saja tidak bisa, ” tambah Syahril.
Hal ini diakui oleh Sarmi, salah seorang pemilik lahan. Dia berharap agar Rahmad mengembalilkan lahan miliknya dan beberapa warga lainnya.
“Kami hanya masyarakat kecil, kami hanya berharap kepada aparat keamanan untuk segera memproses hukum masalah ini dengan cepat, ” ujar Sarmi.
Sayangnya warga yang datang tidak bisa menemui Rahmad, karena Rahmad tidak datang ke kebun tersebut. Walaupun biasanya setiap hari minggu ia datang ke lokasi kebun.
Warga hanya ditemui pekerja kebun, Suparjo, warga pun datang ke kebun dan memberikan tanda batas lahan mereka. Mereka juga meminta kepada pekerja untuk tidak memanen sawit yang sudah mereka tandai, wargapun merencankan untuk datang lagi sampai hak mereka dikembalikan. Selang beberapa lama, warga akhirnya membubarkan diri dengan tertib.
Sementara itu, Rahmad ketika dikonfirmasi melalui selulernya membantah adanya penyerobotan lahan tersebut, karena menurutnya, sudah membeli secara sah.
“Saya sudah beli lahan ini secara sah, hanya saja saya tidak membeli pakai ukuran, saat membeli saya hanya situnjuki batas ini dan disitu, dan itulah yang saya beli, dan saya tidak tau ukurannya berapa,” ujarnya.
Rahmad bersikeras telah membeli lahan dengan cara tersebut sah-sah saja, karena ada batas yang jelas. Menurutnya lagi, dia tidak merasa menyerobot.
“Kalau warga tidak merasa terima silahkan laporkan saja kepada pihak yang berwajib, ” ujarnya.
Rahmad juga membantah bahwa dia pernah mengakui membeli tanah seluas 10 hektar.
“Saya tidak pernah beli pakai ukuran, ” ujarnya berkali-kali. ***(Hen)