KORUPSI, sebuah kejahatan yang belakangan ini menjadi virus yang mewabah di bumi pertiwi.
Kejahatan yang banyak melibatkan para oknum pejabat negeri ini, dari yang berada di pemerintah pusat, hingga ke daerah di tingkat provinsi yang di negara ini, satu persatu “berguguran” terpuruk dan terkurung dalam terali besi karena terlibat kasus korupsi.
Seperti sebuah ungkapan yang tak asing di telinga kita, “kejahatan terjadi bukan hanya karena niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan” mungkin itulah salah satu yang menyebabkan para oknum pejabat ini melakukan kejahatan korupsi tersebut, karena kesempatan yang dimiliki dan berdekatan dengan tumpukan rupiah, maka fikiran kotor pun muncul.
Banyaknya uang yang notabene adalah uang rakyat pun disikat, masuk rekening pribadi dan sanak famili, tak peduli rakyat sengsara.
Para oknum pejabat korup ini bahkan tidak peduli pada hak-hak rakyat yang hakekatnya masuk dalam lingkup tugas mereka, malah ada dari kalangan yang disebut wakil rakyat justru menggarong uang rakyat.
Banyak sudah para oknum pejabat korup yang berhasil diungkap dan diberangus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), seolah berjamaah para maling-maling berdasi ini antrian masuk hotel prodeo, namun seolah tak ada habisnya kejahatan ini terus terjadi.
Korupsi di daerah-daerah tak kalah nyaringnya, mulai dari penyimpangan APBD hingga kasus suap yang berujung menggerogoti kas daerah, terutama sejak kita memasuki era otonomi daerah.
Bagaimana mungkin meningkatkan daya saing daerah, bila pejabatnya sibuk berurusan dengan hukum karena terlilit kasus korupsi ?
Slogan anti korupsi yang selalu digaungkan setiap instansi pemerintahan seolah hanya bualan dan pepesan kosong, disana berikrar, disana pula pejabatnya berurusan dengan KPK.
Jika kita menyimak kasus ini, tentu kita sedikit bertanya, mengapa para pelaku ini seolah tidak takut untuk melakukan aksi kejahatan tersebut, apakah hukuman yang diberikan kepada pelaku belum memberikan efek jera ?
Anehnya lagi, malah ada pejabat yang menjadi pelaku begal uang rakyat ini dan nyata-nyata sudah dijadikan tersangka oleh KPK justru dielu-elukan bak pahlawan.
Sungguh suatu keanehan kini telah terjadi, si koruptor sudah menjelma bagai singa, jumawa seperti pahlawan.
Pemberantasan koruptor kini menjadi tugas berat KPK sebagai garda terdepan pemberantasan korupsi, namun tugas berat yang diemban KPK tersebut harus bersinergi dengan segenap lapisan masyarakat, bila ingin negara ini terlepas dari cengkraman gurita korupsi.
Sebagai masyarakat kita selayaknya memerangi korupsi, perangi pelakunya, bukan malah menjadikannya bak pahlawan.***
Penulis: Willy Fahad