RIAUFAKTA.com - Perayaan tahun baru Imlek yang bertepatan pada 31 Januari 2014 mendatang terlihat sangat dinanti warga Thionghoa yang ada di seluruh dunia. Seperti biasanya perayaan imlek menurut kepercayaan masyarakat Thionghoa merupakan perayaan yang menyambut datangnya tahun baru cina menurut kelender Lunar.
Di negara Cina sendiri imlek dirayakan sebagai bentuk menyambut datangnya musim semi. Perayaan kelender imlek identik dan selalu memakai lambang 12 jenis binatang yakni tikus, kerbau, harimau, kelinci, naga, ular, kuda, kambing, monyet, ayam, anjing serta babi. Sementara siklus perputaran akan berurutan sesuai nama binatang tersebut.
Menurut Siswaja Muljadi salah seorang tokoh masyarakat Thionghoa saat dijumpai Rabu (29/01) mengatakan, Imlek tahun ini jatuh pada shio Kuda yang dimulai dari tanggal 31 Januari 2014.
Dikatakannya, tradisi dalam menyambut imlek selalu ditandai dengan pemasangan berbagai barang khusus seperti, lampion, petasan, ang pau, kue keranjang, barongsai, permainan liong, mie, manisan, buahan seperti tebu, nenas, jeruk dan lain sebagainya, yang masing-masing mengandung makna dan lambang yang tersirat.
Lampu Lampion, kata Aseng sapaan akrab Siswaja dikaitkan dengan perjuangan Li Zi Cheng yang menolong rakyat jelata yang sedang mengalami musibah banjir memegang lampion diatas rumah. Sedangkan ang pau dan petasan yang dipercayanya dapat mengusir mahluk nian/halus yang sering menggangu anak-anak kecil.
Lain lagi dengan keunikan kue keranjang yang rasanya manis dan bisa disusun bertingkat, dipakai dalam sembahyang kepada dewa bermakna agar rezeki di tahun mendatang selalu manis dan berlimpah.
Mie yang secara fisik panjang selalu dimasak dan dimakan saat hari pertama imlek melambangkan agar setiap orang yang mengkonsumsinya berumur lebih panjang dan hidup sampai hari tua.
Berbagai manisan yang rasanya manis selalu dipersembahkan pada sembahyang dewa di hari pertama menandakan agar kehidupan di tahun baru selalu manis dan baik.
“Kegiatan Imlek di Riau beberapa tahun belakangan ini makin ramai dan makin bermakna sosial, kalau dulu perayaan hanya di sekitar rumah warga Tionghoa, tapi setelah era Gusdur, imlek makin banyak dirayakan baik di pusat keramaian mall, kantor serta di tempat umum yang dapat menambah khasanah budaya Indonesia, ” ujar Siswaja.
Makna sosial seperti yang dimaksud juga makin baik karena setiap perayaan Imlek, Antusias warga masyarakat Tionghoa menyisikan rezeki mereka buat sesama wargaThionghoa yg kurang beruntung yang akan merayakan Imlek juga makin meningkat.
Di Bagansiapiapi sendiri, yang dulunya terkenal dengan kota ikan menjadi lebih semarak dengan datangnya imlek banyak warga tionghoa dari perantauan yang pulang kampung dan rindu dengan keramaian lampionnya serta setiap cap go meh selalu dilakukan festival lampion yang dibuat mengikuti shio binatang di tahun tersebut, dimana tahun ini memakai lambang kuda.
Permainan barongsai dan liong juga makin berkembang dan selalu disajikan bukan saja pada setiap perayaan imlek maupun Cap go meh , tapi juga dilakukan pada acara pemerintahan.
Kiranya Momentum perayaan Imlek harus dimaknai dengan lebih mendalam, bermakna dan lebih peduli serta berbagi, mengingat pada tahun ini masyarakat Indonesia di beberapa wilayah seperti di Sumatera Utara mengalami musibah meletusnya Gunung Sinabung, Jakarta mengalami banjir, gempa dan tanah longsor dibeberapa daerah di Pulau Jawa.
“Untuk itu mari kita rayakan dengan penuh kesederhanaan, semoga semua kita berbahagia menyambut datangnya tahun baru Imlek ini, Gong XI Fa Chai, ” pungkasnya.***(Hendri)