RIAUFAKTA.com - Gubernur Riau, Annas Maamun menyatakan siap mengundurkan diri dari jabatannya sebagai gubernur maupun Ketua DPD Partai Golkar Riau, apabila terbukti bersalah dalam kasus dugaan pelecehan seksual yang kini ditangani Badan Reserse Kriminal Polri.
“Saya akan mundur dari Gubernur Riau kalau saya salah, termasuk dari ketua DPD I Golkar, tapi itu kan tidak benar,” kata Annas Maamun melalui rilis pers yang dikirim Humas Pemprov Riau kepada Antara di Pekanbaru, Kamis malam.
Pada Kamis siang (11/9) pihak Annas Maamun melalui kuasa hukumnya, Eva Nora, melaporkan balik Wide Wirawaty, perempuan yang mengaku menjadi korban asusila sang gubernur, ke Bareskrim Polri karena melakukan pencemaran nama baik, fitnah, memberikan keterangan palsu dan pemerasan.
Khusus masalah pemerasan, pihak Annas menuding Wide melakukannya beberapa kali dengan meminta sendiri sebesar Rp3 miliar melalui orang dekat gubernur, yakni Gulat Manurung dan Eddy Akhmad di sebuah restoran, di Pekanbaru beberapa waktu sebelum persoalan tersebut mencuat hingga ke tingkat nasional.
Gulat Manurung adalah seorang dosen di Universitas Riau, dan Eddy RM pemimpin redaksi sebuah koran lokal di Pekanbaru, yang selama ini dikenal sebagai orang dekat Annas Maamun.
“Tadinya saya tidak curiga, tapi karena dia sering ngajak saya ke Jakarta untuk jalan-jalan, saya mulai curiga dan benar Wide memeras saya, karena permintaannya kerap saya tolak,” kata Annas Maamun.
Ia mengakui bahwa Wide memang pernah datang ke rumahnya di Jalan Belimbing, Pekanbaru untuk urusan kegiatan pertemuan kepala sekolah se-Riau yang dibuat Wide. Meskipun setelah uang Rp10 juta untuk mencetak undangan diterimanya, namun Annas mengatakan kegiatan tersebut tidak diselenggarakan.
Setelah pertemuan itu, Annas Maamun mengaku sering mendapat pesan singkat (SMS) gelap dari nomor yang berganti-ganti, yang isinya mengancam akan memberitakan peristiwa dugaan pelecahan terhadap Wide. Kemudian, Wide pun mengaku dirinya mendapat teror terkait hal tersebut.
“Dia mengaku pusing, dan dia meminta uang saya Rp3 miliar untuk diberikan ke wartawan dan LSM untuk tutup mulut. Tapi tak saya berikan sepeserpun, saya katakan tak takut sama wartawan dan LSM karena saya merasa tidak pernah melakukan,” katanya.
Ia mengaku sudah membantu banyak Wide saat akan menggelar pertemuan 600 kepala sekolah yang diadakan lembaga pendidikannya seperti membuka kamar hotel 200 kamar dan gedung serbaguna.
“Wide tetap minta dibantu uang, saya katakan tidak bisa. Tapi kalau mau minta gedung dan dana operasional untuk lembaga pendidikanya akan saya anggarkan di APBD. Bahkan kuliah S3 nya juga sudah saya setujui,” katanya.
Ia mengaku awalnya tidak mengenal Wide, tapi karena terus mengirimkan SMS sampai tujuh kali dan terakhir mengaku anak dari mantan anggota DPD-RI dan tokoh pendidikan Riau Soemardi Thaher, maka akhirnya Annas menerimanya.
“Wide minta agar saya ikut mengembangkan lembaga pendidikannya. Saya katakan, saya bantu tapi tidak dalam bentuk uang. Pulang dari situ, saya kasih dia uang Rp500 ribu. Dua hari lagi, dia datang memberi uang saya Rp2 juta dari gajinya Rp6 juta karena sudah janji atau nadzar, tapi saya cuma ambil Rp100 ribu sisanya dikembalikan ke Wide,” katanya.
Setelah itu, ia mengatakan Wide makin berani dan meminta dijadikan staf khusus gubernur dengan menujukkan Surat Keputusan mantan Gubernur Riau sebelumnya, Rusli Zainal.
Wide terus memaksa meskipun sebagai staf khusus tidak menerima honor atau gaji, karena staf khusus telah dihapus dalam kebijakan Annas Maamun selaku gubernur.
“Wide mengatakan tak masalah tak dibayar, yang penting bisa jadi staf khusus agar sering-sering ke Jakarta. Saya tidak tahu maksudnya apa, tapi dia sering ngajak saya ke Jakarta untuk jalan-jalan,” katanya. ***(Ant)